
Bicara soal CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan, banyak orang langsung kepikiran ke program-program seperti bantuan bencana, santunan ke panti asuhan, atau penanaman pohon. Itu semua memang bagian dari CSR, tapi tahukah kamu kalau di Indonesia, CSR bukan cuma urusan moral atau citra baik perusahaan—ada aturan hukumnya, lho.
Sayangnya, masih banyak perusahaan yang belum benar-benar paham UU dan regulasi CSR di Indonesia. Padahal, pemahaman ini penting banget biar program CSR nggak cuma jalan asal-asalan, tapi juga sesuai aturan dan benar-benar berdampak.
CSR Bukan Lagi Sukarela
Dulu, CSR sering dianggap sebagai “tanggung jawab sosial sukarela”. Tapi sekarang, statusnya udah naik tingkat. Sejak munculnya UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, khususnya di Pasal 74, perusahaan yang kegiatan usahanya menyangkut sumber daya alam wajib menjalankan CSR. Wajib, ya—bukan lagi pilihan.
Jadi kalau perusahaannya bergerak di bidang seperti pertambangan, minyak, gas, perkebunan, kehutanan, dan sejenisnya, sudah seharusnya ada anggaran dan rencana CSR yang jelas. Dan ini bukan cuma berlaku buat perusahaan besar aja, tapi juga yang skalanya menengah, selama aktivitasnya bersinggungan dengan sumber daya alam.
Aturan Tambahan yang Sering Terlewat
Selain UU PT, ada beberapa aturan lain yang juga penting buat perusahaan tahu:
- PP No. 47 Tahun 2012 – ini jadi panduan teknis pelaksanaan CSR untuk perusahaan.
- UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal – menegaskan bahwa investor pun punya kewajiban CSR.
- Dan khusus BUMN, ada Permen BUMN terbaru yang mengatur program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL), lengkap dengan indikator dan arah kebijakan.
Sayangnya, semua aturan ini kadang terasa “berat” atau terlalu legalistik, jadi banyak perusahaan nggak benar-benar paham detailnya. Akhirnya, CSR dijalankan seadanya, cuma buat formalitas atau laporan tahunan.
Kenapa Ini Perlu Diurus Serius?
Karena CSR yang dijalankan asal-asalan itu kelihatan. Masyarakat bisa membedakan mana program yang sekadar seremonial, dan mana yang benar-benar punya niat membangun. Dan kalau sampai program CSR-nya bikin masalah, atau nggak sesuai aturan, yang rugi ya perusahaan sendiri.
Makanya, penting banget punya tim CSR yang paham regulasi dan tahu cara menyusun program yang nggak cuma “benar secara hukum”, tapi juga nyambung sama kebutuhan masyarakat dan tujuan bisnis.
Kalau butuh dukungan untuk ini, Punca Training punya pelatihan khusus CSR yang bisa bantu perusahaan memahami dari hulu ke hilir—dari aturan hukumnya, sampai penyusunan program dan pelaporan. Info lengkap pelatihannya bisa kamu lihat di halaman ini.
CSR yang Relevan dan Realistis
Sekarang, CSR udah bukan soal siapa yang paling besar bantuannya, tapi siapa yang paling tepat sasaran dan berkelanjutan. Dan untuk bisa sampai ke tahap itu, perusahaan perlu strategi yang matang, berbasis data, dan tentu aja—sesuai aturan.
Dengan pemahaman yang kuat tentang regulasi, CSR bisa jadi lebih dari sekadar program tahunan. Ia bisa jadi bagian dari identitas perusahaan, sekaligus cara membangun hubungan baik dengan masyarakat sekitar dan stakeholder lain.
Penutup
UU dan regulasi CSR di Indonesia sebenarnya nggak dibuat untuk membatasi, tapi justru untuk membantu perusahaan membangun tanggung jawab sosial yang rapi, transparan, dan berdampak. Selama ada niat baik dan dukungan kompetensi, CSR bisa jadi salah satu kekuatan terbesar perusahaan dalam jangka panjang.
Jadi kalau kamu terlibat di dunia usaha dan belum sempat mendalami regulasi CSR, mungkin ini waktu yang pas buat mulai. Karena ke depan, tanggung jawab sosial bukan lagi nilai tambah—tapi standar dasar yang bikin bisnis bisa terus relevan dan dipercaya.